Sabtu, 20 April 2013

Murah, Jangan abaikan kualitas Pelayanan

Untuk orang yang suka bepergian semacam Saya, dengan adanya fenomena perang tarif atau kalimat kasarnya “banting harga” tentunya sangat menguntungkan untuk menghemat biaya

Yang tidak lucu, jika penurunan harga ini dibarengi juga dengan penurunan kualitas pelayanan dan kebersihan

Suatu hari Saya pernah menginap disatu hotel kelas melati di seputaran Kuta , harganya lumayan murah, tetapi pelayanan dan fasilitas yang tersedia tidak diperhatikan oleh pengelola hotel, seperti air yang mengalir kecil, handuk (jika tidak diminta) tidak tersedia, seprei dan sarung bantal yang tidak diganti setelah dipake oleh penghuni sebelumnya



Alhasil Saya hanya nginap satu malam saja disitu, kemudian pindah ke hotel yang lebih mahal, yang Saya butuhkan bukan sekedar tidur, tetapi kenyamanan dan kebersihan serta keamanan




Association of Indonesian Travel Agent (Asita) Bali mengaku penindakan terhadap maraknya agen perjalanan atau travel agent ilegal masih terkendala lemahnya infrastruktur penegakan hukum

Ketua Asita Bali Ketut Ardana mengatakan penegakan untuk biro perjalanan masih terkendala oleh law enforcement yang sangat lemah

Untuk travel agent online ilegal, Asita telah melapor ke pihak berwenang, namun belum ada tindakan jelas hingga kini

“Asita, sebagai asosiasi nonprofit sama sekali tak miliki kewenangan hukum untuk menertibkan mereka (travel agent online) secara sepihak,” katanya, Rabu (30/1).

Data travel agent di Bali yang diduga ilegal sudah disodorkan kepada aparat penegak hokum, Namun belum ada tanggapan dan penindakan

Saat ini, usaha tidak berizin itu, makin banyak di Bali. “Permasalahan ini tak akan selesai jika tak ada bantuan dari yang berwenang.”

Selain travel agent, bisnis usaha lain yang marak tanpa izin diketahui adalah hotel-hotel bujet rendah yang kian menebar terror dengan perang tariff

Kekecewaan Asita, tambahnya, ada beberapa kasus hotel yang menjual kamarnya lebih murah dibanding kesepakatan contract rate dengan travel agent

“Jika ini terjadi, tentu saja kami akan merugi, kita juga ikut menjual kamar hotel dalam paket tour. Tapi kalau publish rate nya lebih rendah dari kesepakatan, itu tidak sehat,” paparnya.

Bahkan, Asita pernah menemui pihak hotel yang ikut menjual paket tour.
“Padahal hotel sudah jelas porsinya, yang berhak jual paket tour itu travel agent,” tukas Ardana.

Namun untuk perang tarif antar hotel, kata Ardana, sudah tidak bisa dihindari. Dia menjelaskan, pada sepanjang Sunset Road, terdapat 34 city hotel yang harganya bersaing sangat ketat.
“Itu, agar kamarnya tidak kosong saja. Idealnya, jika tingkat hunian kamar mencapai 85%,” tandasnya.

Sekretaris harian Asita Bali Dwi Nurdayati mengatakan harusnya pemerintah menerbitkan regulasi atas untuk menertibkan tarif.
“Misalkan, untuk salah satu kawasan tarif hotel tidak boleh dibawah rate yang telah ditentukan regulasi itu.”

Pada konsep itu, jelas pendapatan asli daerah (PAD) Bali akan mampu didongkrak, iklim usaha berjalan sehat dan tidak ada lagi gesekan dalam menjalankan usaha.

“Kita ingin seluruh penggerak pariwisata duduk bersama merumuskan usulan regulasi itu.”


Sementara itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati mengatakan perang tarif hotel dan perang destinasi antar negara harus diselesaikan bersama secara bijak sebelum kualitas sektor pariwisata diklaim menurun.

“Perang tarif hotel terjadi karena adanya over suplai dengan segmentasi yang sama.”

Perang tarif hotel di Bali, jelasnya, memang sudah lama terjadi, sehingga banyak hotel yang sudah ada sebelumnya khawatir kehilangan pelanggan mau tidak mau hotel tersebut menurunkan lagi harga hotel atau membuat promosi dengan kata lain produk akan laku jika dijual murah

Sumber, Bali Bisnis

Tidak ada komentar: